Selamat Datang di Kawasan Penyair Riak-Riak Barito Terima Kasih Kunjungan Anda

Sabtu, 28 Juni 2008

Ibramsyah Amandit


Lahir di Kandangan, 9 Agustus 1943. Ia pernah menjabat Kasi Peningkatan Mutu Taman Budaya Temindung Depdikbud Kaltim (1079 ). Pengalaman berpuisi : 1971 di Yogyakarta mengikuti diskusi dan pembacaan puisi di persada Club dibawah bimbingan Umbu Landu Paranggi. Di insani Club dibawah bimbingan Emha Ainun Najib, di rumah pondokan Blimbingsasri bersama Abdul Hadi WM. Puisinya pernah dimuat di Mercu Suar Yogya ( 1971), Sampe Balikpapan (1978), Banjarmasin Post (1980-an), dan antologi puisi bersama antara lain : Bahalap ( 1995), Pelabuhan (1996), Rumah Sungai ( 1997 ), dan Jembatan Asap (1998 ).

Pelabuhan Kangkung

Pelabuhanku pelabuhan kangkung
pantai keindahan fakir
getar pelengkap ujung subuh
menangislah sembunyi-sembunyi
istriku ; bisakah diamkan raungan kucing ?
Pelabuhanku pelabuhan kangkung
meniti tasbih ke lorong pasar
ada yang menari-nari dijalan nasib
antara perabotan dapur dan uang SPP
Tetapi, cukuplah !
Amin ya Allah

Marabahan,25 Mei 2004

Roeck Syamsuri


Lahir di Banjarmasin, 11 Juni 1949. Syamsuri bin Sabri ini populer nama Roeck Syamsuri. Mantan karyawan Deppen ini (1999) terpilih menjadi anggota DPRD ( Periode 1999-2004) Kabupaten Barito Kuala. Disamping menulis puisi, juga menulis naskah drama dan ulasan Budaya, cerpen dan cerita humor. Ia banyak mendapat Piagam dari Kanwil Deppen Kalsel, Bupati Barito Kuala baik sebagai aktor terbaik Teater Pertunjukkan Rakyat, Pembina Seni Tradisional. Tahun 1997 mendapat Penghargaan Seni Bidang Teater dari Gubernur Kalsel. Banyak kumpulan puisinya antara lain : Riak-Riak Barito (1979), Gardu (1998), Rimbun Tulang (1994 ), Puisi-Puisi Mantra jajarat, Dan Kariau (2003), Rumah Anakku ( 2003 ).

Bila Kau Aku, Aku Ada Disini

Bila kau aku, aku ada disini bersajak dalam
gerhana, menghitung hari-hari yang merimba
dalam zikirku, dan bathin melanglang
jadi elang
Hitam dan putihnya mataku, adalah jua hitam dan
putihnya nafasku, yang dekat tiada tersentuh
dan jauh tiada terbatas zikirku dalam syahwat
yang membelalang
Bila kau aku, aku ada disiniberkerudung semut
hitam mataku dan dari putih mataku yang
mengaci
Sembah atas Mu ya Rabbi
maka semakin sunyi bathinku oleh ni’mat-Mu
tasbih hanya menyebut angka-angka atas nama-Mu
dan mengering dalam rindu
maka pantaskah aku mengharap zaitun-Mu

Marabahan, Maret 94 ( dari : Rumah Anakku,2003 )

Rizhanuddin Rangga


Lahir di Barito Utara, 10 November 1957. Penyair ini juga penulis naskah drama, naskah sari tilawah, deklamator dan membaca puisi dan pernah juara tingkat Nasional. Ia juga penari dan penata tari, pernah tampil di festival Tari Japin se-Dunia di Johor Bahru, Malaysia. Kumpulan puisi bersama : Ampalas (1974), Penjuru Angin (1978), Riak Riak Barito (1979), Gardu (1979), Nyanyian Rindu Bagi Tanah Kelahiranku (1982), Kuala (1984), Menatap Cermin ( 1988), Tembang Sungai Lirik (1993), BaHALAP (1995), DAN Pelabuhan (1996). Naskah dramanya : Yang Terlupakan (1978), Garis-Garis Pelangi (1980),Garis Putih (1980), Raden Penganten (1981), Ada Fajar Di Bola Matanya ( 1982), Pelangi Di Rembang Petang ( 1984) dan Mencari Fajar (1987 ).



Monolog Awal Tahun 2005

Ketika awal tahun kembali tiba
kelopak tanggal pun
luruh di hari keempat
empat puluh lima tahun kini
perjalanan usiamu, banuaku !

Dalam geliat pembangunan
yang terasa lambat
tak banyak memang
yang bisa kubanggakan
darimu
Tapi,
tak kupungkiri jua :
aspal jalan mengepung kota
lampu-lampu beraneka rupa
ketika malam tiba
warung siring memberi warna
pada senja dan malam – malam kita
Tabat-tabat dibangun
sistem pengairan ditata
Sementara,
Jembatan Rumpiang
menunggu waktu
menautkan kita
Serta
siring Babahan yang akan
mempercantik kota
Maka,
diam-diam dalam diam
aku semakin bangga
menjadi warga !

Setiap awal tahun tiba
adalah igauanku sepanjang masa
poasar yang lebar dan bersiah
kota yang hidup dan semarak
kehidupan warga yang sejahtera !
Tapi milik kita semua :
air yang selalu mengalir
hutan galam yang membara
ketika kemarau tiba !

Banuaku !
Dalam perjalanan waktu
geliatmu memang terasa lambat
ketika kubandingkan
dengan dangsanak
di belahan bumi banjar yang lain
Kita di sini
masih saja setia menatapi :
ilung dan ampah yang hanyut
kayu dan batu bara
akhirnya melaut
Maka, jangan salahkan
kalau :
impian tentang Barito Raya
sekali datang menggoda !

Banuaku !
Meski awal tahun
selalu datang berulang
Jangan ratapi nasibmu kini
Pengauasa negeri yang silih berganti
selalu setia padamu mengabdi
Cuma,
perjalanan kita masih panjang
harapan kita masih jauh
Jangan tangisi ketirian nasib kitayang papa
karena kita terlahir tak punya apa-apa
Tasyakur adalah sikap terbaik
karena kesyukuran yang tulus
berbuah berkah melimpah

Oooii, anak negeri !
Dimanapun kau berada
jangan kirim kata-kata di angin senja
kirimi aku benang pelangi tujuh rupa
biar kusulap sabana,
jadi ladang – ladang berbunga
biar kusulap air,
Jadi berlian dan mutiara
biar kusulap hutan galam
jadi gedung bertingkat

Oooii!, anak negeri !
Ketika esok tiba
dengan benang pelangi tujuh rupa
kau akan lihat
igauanku jadi nyata !


****** awal Oktober 2004

Dfangsanak ( Bhs Banjar ) : Saudara
Tabat ( Bhs Banjar ) : tebat, bendungan untuk pengairan sawahy
Ilung ( Bhs Banjar/Bakumpai ) : enceng gondok
Ampah ( Bhs Bakumpai ) : Kekayuan yang hanyut ketika banjir dari hulu Sunga
Barito.